Main Article Content

Abstract

Teori Fakultas (Faculties Theory) mengemukakan bahwa pikiran manusia terbagi menjadi beberapa bagian dengan fungsi khusus, seperti intelek, emosi, dan kehendak. Asal-usul teori ini dapat dilacak pada filsuf dan psikolog awal seperti Plato dan Aristoteles, dan konsep ini terus berkembang dalam konteks psikologi modern. Teori ini mengklasifikasikan pikiran manusia menjadi bagian-bagian yang berperan dalam pemikiran rasional, pengalaman emosi, dan penggerak tindakan. Meskipun beberapa aspek Teori Fakultas telah diperdebatkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern, pemahaman tentang berbagai fakultas pikiran manusia tetap relevan, terutama dalam pengembangan pribadi, kognisi, dan emosi. Dalam tasawuf, Teori Fakultas menggambarkan struktur batiniah manusia yang terdiri dari fakultas seperti qalb (hati), ruh (jiwa), nafs (ego), dan aql (akal). Konsep ini mencerminkan pemahaman tentang dimensi spiritual dan psikologis manusia dalam konteks pencarian kebenaran, pertumbuhan pribadi, dan hubungan dengan Tuhan. Setiap fakultas memiliki peran penting dalam perjalanan spiritual dan pengembangan diri. Misalnya, qalb sebagai pusat spiritual yang harus dijaga dari penyakit hati, ruh sebagai inti keberadaan spiritual, nafs sebagai ego yang harus dikendalikan, dan aql sebagai akal untuk memahami realitas spiritual. Dalam pendidikan, terutama yang dipengaruhi oleh tasawuf, Teori Fakultas digunakan untuk mengembangkan kesadaran spiritual dan intelektual. Tokoh-tokoh tasawuf seperti al-Ghazali, al-Junayd, dan al-Qushayri memberikan kontribusi besar dalam membentuk pemahaman ini. Mereka memandang bahwa fakultas-fakultas seperti qalb, ruh, aql, nafs, dan sirr dapat dikembangkan untuk mencapai kesempurnaan spiritual. Dengan demikian, Teori Fakultas tidak hanya berfungsi sebagai pandangan psikologis tetapi juga sebagai kerangka spiritual yang dapat diterapkan dalam pendidikan untuk mencapai keseimbangan antara perkembangan intelektual dan spiritual.


Faculty Theory (Faculties Theory) suggests that the human mind is divided into several parts with special functions, such as intellect, emotions and will. The origins of this theory can be traced to early philosophers and psychologists such as Plato and Aristotle, and the concept continues to develop in the context of modern psychology. This theory classifies the human mind into parts that play a role in rational thinking, emotional experience, and driving action. Although some aspects of Faculty Theory have been debated in the development of modern science, understanding the various faculties of the human mind remains relevant, especially in personal development, cognition, and emotion. In Sufism, the Faculty Theory describes the inner structure of humans which consists of faculties such as qalb (heart), ruh (soul), nafs (ego), and aql (reason). This concept reflects an understanding of the spiritual and psychological dimensions of humans in the context of the search for truth, personal growth, and relationship with God. Each faculty has an important role in the spiritual journey and self-development. For example, qalb is the spiritual center that must be protected from heart disease, ruh is the core of spiritual existence, nafs is the ego that must be controlled, and aql is the mind to understand spiritual reality. In education, especially those influenced by Sufism, Faculty Theory is used to develop spiritual and intellectual awareness. Sufism figures such as al-Ghazali, al-Junayd, and al-Qushayri made major contributions in forming this understanding. They view that faculties such as qalb, ruh, aql, nafs, and sirr can be developed to achieve spiritual perfection. Thus, Faculty Theory not only functions as a psychological view but also as a spiritual framework that can be applied in education to achieve a balance between intellectual and spiritual development.

Keywords

Faculties Theory Pendidikan Psikologi Tasawuf

Article Details

References

  1. Al-Hawwa, S. (1992). Tarbiyatuna Al-Ruhiyah. Kairo: Maktabah Al- Wahbah.
  2. Al-Hijazy, H. B. (2001). Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, terj. Muzaidi Hasbullah. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
  3. Al-Qardhawi, Y. (1980). Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, terj. Bustani A. Gani & Zainal Abidin. Jakarta: Bulan Bintang.
  4. Anshari, E. S. (1976). Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam. Jakarta: Usaha Interprises.
  5. Arifin, M. (1991). Kapita Selekta Pendidikan Islam (Islam & Umum. Jakarta: Bina Aksara.
  6. Azra, A. (1998). Esai-esai Intelektual Muslim & Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.
  7. Kartanegara, M. (2006). Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Erlangga.
  8. Langgulung, H. (1980). Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.
  9. Madjid, N. (1992). Islam: Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina.
  10. Mahmud, A. ‘.-H. (1995). Al-Tarbiyat Al-Ruhiyat. Al-Qahirah: Dar Al-Tauzi’ wa Al-Nasyr Al-Islamiyah.
  11. Rachman, B. M. (1996). New Age: Gagasan-gagasan Spiritual Dewasa ini dalam M. Wahyuni Nafis (ed.), Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam. Jakarta: Paramadina.
  12. Danah Zohar Ian Marshal, SQ: Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence, (Great Britain: Bloomsbury, 2000)
  13. Hasan Bin Ali Al-Hijazy, Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, terj. Muzaidi Hasbullah, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2001)
  14. Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, terj. Bustani A. Gani & Zainal Abidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980)
  15. Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980)
  16. Endang Saefuddin Anshari, Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam, (Jakarta: Usaha Interprises, 1976)
  17. Sa’id Al-Hawwa, Tarbiyatuna Al-Ruhiyah, (Kairo: Maktabah Al- Wahbah, 1992)
  18. Majid al-Shayigh, Al-Tarbiyah Al-Ruhiyah, (Mu’assasah Al-Balagh, 2003)