Main Article Content
Abstract
Penjatuhan talak menjadi salah satu dari penyebab perceraian. Ungkapan talak yang menggunakan kalimat yang jelas atau shorih dan niat suami untuk mentalak istrinya menjadi dua syarat agar talak itu menjadi sah. Peneliti kali ini membahas tentang hukum sah atau tidaknya penjatuhan talak dalam bahasa kiasan dari prespektif Madzhab Syafi’i dan Hukum positif Indonesia. Metodologi penelitian yang digunakan adalah Studi Pustaka (library search) dengan cara memanfaatkan informasi-informasi dan karya-karya ilmiah yang sudah ada yang berkaitan dengan penelitian ini untuk memperoleh data yang relevan. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa Madzhab Syafi’i sudah diambil suatu hukum tentang seorang suami yang menjatuhi talak istrinya dengan bahasa kiasan dihukumi sah. Sebab diambilnya hukum itu melihat pada niat seorang suami. Sah hukumnya talak menggunakan bahasa kiasan jika pada suami sterdapat niat untuk mentalak istri. Sedangkan dari sisi Hukum Positif Indonesia, tidak membedakan antara penjatuhan talak menggunakan kalimat yang jelas atau shorih dan menggunakan bahasa kiasan. Yang mana itu menunjukkan bahwa talak yang diucapkan seorang suami kepada istrinya dalam bentuk apapun akan dianggap tidak sah atau tidak terhitung jika tidak diajukan dan tidak dilakukan didepan Pengadilan Agama.
The use of the divorce sentence is one of the causes of divorce. The expression of divorce using clear sentences or shorih and the husband's intention to divorce his wife are two conditions for the divorce to be valid. This time the researcher discusses whether or not divorce is valid using figurative language from the perspective of the Syafi'i Madzhab and Indonesian positive law. The research methodology used is library search by utilizing existing information and scientific works related to this research to obtain relevant data. The results of this research reveal that the Syafi'i Madzhab has adopted a law regarding a husband who divorces his wife using figurative language and is legally punished. Because the law is taken looking at a husband's intentions. It is legal to divorce using figurative language if the husband has the intention to divorce his wife. Meanwhile, from the perspective of Indonesian Positive Law, there is no distinction between giving divorce using clear sentences or sharih and using figurative language. Which shows that divorce pronounced by a husband to his wife in any form will be considered invalid or uncountable if it is not submitted and is not carried out before a Religious Court
Keywords
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).
References
- Andriyana, Erlin (2018). Gaya Bahasa Kiasan Dalam Kumpulan Sajak Menjadi Tulang Rusukmu Karya Yanwi Mudrikah, Bachelor thesis, FKIP UMP, hal. 12
- Armansyah Matondang (2014). Faktor-faktor yang Mengakibatkan Perceraian dalam Perkawinan, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 2 (2), hal. 141-150
- Asriati, (2012). Pembaruan Hukum Islam Dalam Terapan Dan Perundang-undangan Di Indonesia. Jurnal Hukum Diktum, 10 (1) , hal. 23-39
- Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam Kairo : Daarul Ibn Jauzi, t.th
- Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Beirut : Daar Ibn Hazm, t.th
- Kompilasi Hukum Islam Buku I Hukum Perkawinan BAB XVI Tentang Putusnya Perkawinan
- Safrizal & Karimuddin (2020), Penetapan Jatuh Talak Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Fiqh Syafi’iyah , Jurnal Ilmiah al-Fikrah, Volume 1 No 2, hal. 267-288
- Sirojuddin Abu Hafsh Umar Bin Ruslan Al-Balqiny Asy Syafi'I, At-Tadrib Fil Fiqhis Syafi'i Tadribul Mubtadi' Wa Tahdzibul muntahi, juz 3, Riyadh : Darul Qiblatain, t.th
- Umu Malikah & Dian Septiandani & Muhammad Junaidi, (2021). Keabsahan Talak Di Luar Pengadilan Berdasarkan Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Semarang Semarang Law Review (SLR) | Volume 2, Nomor 2, hal. 256
- UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB VIII PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA
- Wahbah Az-Zuhaili , Al Fiqh Asy Syafi'i Al Muyassar, juz 2, Damaskus : Darul Fikr , 2008.